Alhamdulillah,
Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
Sholallahu 'alaihi wassalam, keluarga dan sahabatnya.
Berbicara
tentang keteladanan, tidaklah ada kisah yang lebih mengagumkan
daripada kisah yang tercatat dalam sejarah islam. Dengan tinta emas,
terukir nama – nama tokoh – tokoh teladan yang layak dijadikan
panutan dalam meniti hidup ini. Perjalanan hidup mereka terbimbing
oleh kesucian wahyu, al-qur'an dan sunnah. Keteladanan mereka
terbentuk dibawah kemuliaan Islam dan kemasyhuran mereka tergapai
berkat naungan Islam. Merekalah termasuk golongan yang Allah kisahkan
dalam Al-Qur'an :
Mereka
itulah orang – orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka
ikutilah petunjuk mereka. (QS Al-An'am (6) :90)
Diantara
deretan nama – nama besar itu, tersebutlah nama Umar Bin Abdul Azis
Rahimahullah, sang khalifah kedelapan dinasti Bani Umayah.
Ketokohannya tidak diragukan lagi, keteladanannya membuat decak kagum
setiap pembaca biografinya, lebih dari itu nama besarnya selalu
digunakan sebagai ikon keadilan setelahnya,
Berita
tentang Khalifah Umar Bin Abdul Azis Rahimahullah penuh dengan
perjalanan yang mengesankan, setiap anda selesai membaca satu lembar
kisah hidupnya, maka hati akan tergerak untuk mengetahui lembar
berikutnya, lembar – lembar yang semakin kaya akan keindahan
Lahir
dari seorang yang soleh
“Buah
jatuh tidak jauh dari pohonnya”, demikian pepatah mengatakan.
Benarlah! Sesungguhnya anak yang sholih adalah hasil dari orang tua
yang sholih juga. Adalah Umar bin Abdul Azis Rahimahullah, lahir dari
seorang wanita yang sholihah dari kalangan Quraisy. Wanita itu
merupakan keturunan Umar Bin Khaththab Radhiallah 'Anhu, dialah Ummu
Ashim binti Ashim bin Umar bin Khaththab. Simaklah kisah berikut:
Dari
Abdullah bin zubair bin Aslam dari ayahnya dari kakeknya yang bernama
Aslam. Ia menuturkan, suatu malam aku sedang menemani Umar bin
Khaththab berpatroli di Madinah. Ketika beliau merasa lelah, beliau
bersandar ke dinding ditengah malam, beliau mendengar seorang wanita
berkata kepada putrinya, “wahai putriku, campurlah susu itu dengan
air”. Maka putrinya menjawab. “Wahai ibunda, apakah engkau tidak
mendengar maklumat Amirul Mukminin hari ini?” Ibunya bertanya,
“Wahai putriku, apa maklumatnya?” Putrinya menjawab, “Dia
memerintahkan petugas untuk mengumumkan, hendaknya susu tidak
dicampur dengan air”. Ibunya berkata, “Putriku lakukan saja,
campur susu itu dengan air, kita ditempat yang tidak dilihat oleh
Umar dan petugas Umar”. Maka gadis itu menjawab, “Ibu, tidak
patut bagiku menaatinya didepan khalayak tetapi menyelisinya
dibelakang mereka”.
Sementara
itu Umar Radhiallah 'Anhu mendengar semua perbincangan tersebut. Maka
Umar Radhiallah 'Anhu berkata, Aslam, Tandai pintu rumah tersebut dan
kenalilah tempat ini. Lalu umar Radhiallah 'Anhu bergegas melanjutkan
patrolinya.
Di
pagi hari Umar Radhiallah 'Anhu berkata, “Aslam pergilah ke tempat
itu, cari tahu siapa wanita yang berkata demikian dan kepada siapa
dia mengatakan hal itu. Apakah keduanya mempunyai suami?”. Akupun
berangkat ke tempat itu, ternyata ia adalah seorang gadis yang belum
bersuami dan lawan bicaranya adalah ibunya yang juga tidak bersuami.
Akupun pulang dan mengabarkan kepada Umar Radhiallah 'Anhu . Setelah
itu Umar Radhiallah 'Anhu langsung memanggil putra – putranya dan
mengumpulkan mereka. Umar berkata, “adakah diantara kalian yang
ingin menikah?” Ashim menjawab, “Ayah aku belum beristri,
nikahkanlah aku”. Maka Umar meminang gadis itu dan menikahkannya
dengan Ashim. Dari pernikahan ini lahir seorang putri yang dikemudian
hari menjadi ibu bagi Umar bin Abdul Azis.
Awal
kepemimpinan
Saudaraku
yang dirahmati Allah, sesungguhnya kepemimpinan adalah amanat yang
berat. Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorangpun meminta jabatan
kecuali adanya maslahat yang besar. Dari Abu Dzar Al-Ghifari
Radhiallah 'Anhu, ia berkata, saya berkata kepada Rosulullah
Sholallahu 'alaihi wassalam, wahai Rosulullah, tidakkah engkau
menjadikanku sebagai pemimpin? Mendengar permintaanku tersebut,
beliau menepuk pundakku seraya bersabda: Wahai Abu Dzar, engkau
seorang yang lemah, sedangkan kepemimpinan itu adalah amanat. Dan
nanti pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan
kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang
seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut. (HR Muslim
No.1825)
Itulah
yang dialami Umar Bin Abdul Azis Rohimahullah. Beliau merasa
kepemimpinan itu adalah perkara yang sangat besar. Namun, ketika
penolakan itu tidak mungkin terjadi maka beliau adalah orang yang
paling menjaga amanat tersebut.
Pada
hari pertama beliau diangkat sebagai khalifah, beliau naik mimbar
lalu berkhutbah: wahai sekalian umat manusia! Aku telah diuji untuk
memegang tugas ini tanpa meminta pertimbangan kepadaku terlebih
dahulu dan bukan juga permintaan dariku serta tidak dimusyawarahkan
bersama dengan umat Islam terlebih dahulu. Sekarang aku membatalkan
baiat yang kalian berikan kepada aku dan pilihlah seorang khalifah
yang kalian ridhai. Tiba – tiba orang ramai serentak berkata: Kami
telah memilih anda wahai Amirul Mukminin dan kami juga ridha kepada
Anda. Oleh karena itu perintahlah kami dengan kebaikan dan
keberkahan. Lalu beliau berpesan kepada orang ramai supaya bertakwa,
zuhud terhadap kekayaan dunia dan mendorong mereka supaya cinta akan
akhirat kemudian beliau berkata pula kepada mereka: “Wahai sekalian
umat manusia, barangsiapa yang taat kepada Allah maka wajib dia
ditaati, dan barangsiapa yang tidak taat kepada Allah maka dia tidak
wajib ditaati oleh siapapun. Wahai sekalian manusia, taatlah kamu
kepadaku selagi aku taat kepada Allah di dalam memimpin kalian. Dan
sekiranya aku tidak taat kepada Allah, janganlah kalian menaatiku”.
Setelah itu beliau turun dari mimbar.
Reformis
yang Shalih
Para
Ulama menyebut bahwa Umar bin Abdul Azis Rohimahullah sebagai
pembaharu abad pertama Hijriah, bahkan juga disebut sebagai khulafa
rasyidin kelima. Sungguh! Keadilan, amanah dan tanggung jawabnya
menjadikan rakyatnya hidup dalam kedamaian, aman, makmur dan sentosa.
Hal itu terbukti dengan sedikitnya para penerima zakat diera
pemerintahannya. Pernah seseorang mengeluarkan zakat dengan jumlah
yang sangat besar, namun ketika ia mencari orang – orang yang
berhak menerimanya, ia kembali dengan zakat masih utuh seperti
semula. (Syiar a'lam an nubala 5/132)
Dibawah
kepemimpinannya, negara Islam berubah menjadi negara yang aman, damai
dan sejahtera. Semua Gubernur dan kepala daerah yang bertindak
sewenang – wenang ia pecat, lalu diganti dengan yang lebih baik,
yang lebih peka terhadap masyarakat. Segala hak – sekecil apapun –
yang berada ditangan yang tidak syah, ia kembalikan kepada pemiliknya
semula, tidak terkecuali; baik pemilik hak tersebut keturunan
bangsawan ataukah sekedar rakyat jelata, muslim maupun kafir dzimmi,
semuanya sama! Bahkan kegigihan Umar bin Abdul Azis Rohimahullah
menumpas kedzaliman juga dirasakan Bani Abdul Malik. Dan hal itu
mulai dari diri sendiri dan keluarganya. Ia periksa satu per-satu
harta benda yang ada dirumahnya, mana yang berasal dari pemberian
khalifah sebelumnya ia kembalikan ke baitul mal.
Pemimpin
yang zuhud
Pernahkah
terbetik dibenak kita seorang kepala negara ketika berkeinginan
menunaikan ibadah haji, ia tidak bisa berangkat hanya karena uang
perbekalannya tidak cukup? Pernahkah terlintas di bayangan kita
seorang bangsawan yang hanya memiliki satu buah baju, itu pun berkain
kasar? Umar bin Abdul Azis Rohimahullah pernah mengalaminya.
Kezuhudannya
mencapai level tertinggi disaat puncak dunia berada dalam
genggamannya. Malik bin Dinar pernah berkata, orang – orang
berkomentar mengenaiku, “ Malik bin Dinar adalah orang zuhud”,
padahal yang pantas dikatakan orang zuhud adalah Umar bin Abdul Azis,
dunia mendatanginya namun ditinggalkannya “.
Tulisan
diatas hanyalah setetes dari lautan kepribadian yang dimiliki oleh
Umar bin Abdul Azis Rohimahullah. Kisah tentang kehidupannya begitu
mudah didapati di buku – buku sejarah yang menulis biografinya.
Kisah yang memenuhi lembar demi lembar buku para sejarawan, sungguh
sebuah kisah yang siapapun membacanya pasti akan mengeleng –
gelengkan kepala tanda takjub, diiringi air mata bahagia yang turut
mengharukan suasana.
Diambil dari Buletin
Al-Furqon tahun ke-7 volume 8 no.4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar