Rabu, 28 November 2012

Umar Bin Abdul Azis – Keteladanan seorang pemimpin

Alhamdulillah, Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Sholallahu 'alaihi wassalam, keluarga dan sahabatnya.
Berbicara tentang keteladanan, tidaklah ada kisah yang lebih mengagumkan daripada kisah yang tercatat dalam sejarah islam. Dengan tinta emas, terukir nama – nama tokoh – tokoh teladan yang layak dijadikan panutan dalam meniti hidup ini. Perjalanan hidup mereka terbimbing oleh kesucian wahyu, al-qur'an dan sunnah. Keteladanan mereka terbentuk dibawah kemuliaan Islam dan kemasyhuran mereka tergapai berkat naungan Islam. Merekalah termasuk golongan yang Allah kisahkan dalam Al-Qur'an :
Mereka itulah orang – orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (QS Al-An'am (6) :90)
Diantara deretan nama – nama besar itu, tersebutlah nama Umar Bin Abdul Azis Rahimahullah, sang khalifah kedelapan dinasti Bani Umayah. Ketokohannya tidak diragukan lagi, keteladanannya membuat decak kagum setiap pembaca biografinya, lebih dari itu nama besarnya selalu digunakan sebagai ikon keadilan setelahnya,
Berita tentang Khalifah Umar Bin Abdul Azis Rahimahullah penuh dengan perjalanan yang mengesankan, setiap anda selesai membaca satu lembar kisah hidupnya, maka hati akan tergerak untuk mengetahui lembar berikutnya, lembar – lembar yang semakin kaya akan keindahan
Lahir dari seorang yang soleh
Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, demikian pepatah mengatakan. Benarlah! Sesungguhnya anak yang sholih adalah hasil dari orang tua yang sholih juga. Adalah Umar bin Abdul Azis Rahimahullah, lahir dari seorang wanita yang sholihah dari kalangan Quraisy. Wanita itu merupakan keturunan Umar Bin Khaththab Radhiallah 'Anhu, dialah Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khaththab. Simaklah kisah berikut:
Dari Abdullah bin zubair bin Aslam dari ayahnya dari kakeknya yang bernama Aslam. Ia menuturkan, suatu malam aku sedang menemani Umar bin Khaththab berpatroli di Madinah. Ketika beliau merasa lelah, beliau bersandar ke dinding ditengah malam, beliau mendengar seorang wanita berkata kepada putrinya, “wahai putriku, campurlah susu itu dengan air”. Maka putrinya menjawab. “Wahai ibunda, apakah engkau tidak mendengar maklumat Amirul Mukminin hari ini?” Ibunya bertanya, “Wahai putriku, apa maklumatnya?” Putrinya menjawab, “Dia memerintahkan petugas untuk mengumumkan, hendaknya susu tidak dicampur dengan air”. Ibunya berkata, “Putriku lakukan saja, campur susu itu dengan air, kita ditempat yang tidak dilihat oleh Umar dan petugas Umar”. Maka gadis itu menjawab, “Ibu, tidak patut bagiku menaatinya didepan khalayak tetapi menyelisinya dibelakang mereka”.

Sementara itu Umar Radhiallah 'Anhu mendengar semua perbincangan tersebut. Maka Umar Radhiallah 'Anhu berkata, Aslam, Tandai pintu rumah tersebut dan kenalilah tempat ini. Lalu umar Radhiallah 'Anhu bergegas melanjutkan patrolinya.
Di pagi hari Umar Radhiallah 'Anhu berkata, “Aslam pergilah ke tempat itu, cari tahu siapa wanita yang berkata demikian dan kepada siapa dia mengatakan hal itu. Apakah keduanya mempunyai suami?”. Akupun berangkat ke tempat itu, ternyata ia adalah seorang gadis yang belum bersuami dan lawan bicaranya adalah ibunya yang juga tidak bersuami. Akupun pulang dan mengabarkan kepada Umar Radhiallah 'Anhu . Setelah itu Umar Radhiallah 'Anhu langsung memanggil putra – putranya dan mengumpulkan mereka. Umar berkata, “adakah diantara kalian yang ingin menikah?” Ashim menjawab, “Ayah aku belum beristri, nikahkanlah aku”. Maka Umar meminang gadis itu dan menikahkannya dengan Ashim. Dari pernikahan ini lahir seorang putri yang dikemudian hari menjadi ibu bagi Umar bin Abdul Azis.
Awal kepemimpinan
Saudaraku yang dirahmati Allah, sesungguhnya kepemimpinan adalah amanat yang berat. Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorangpun meminta jabatan kecuali adanya maslahat yang besar. Dari Abu Dzar Al-Ghifari Radhiallah 'Anhu, ia berkata, saya berkata kepada Rosulullah Sholallahu 'alaihi wassalam, wahai Rosulullah, tidakkah engkau menjadikanku sebagai pemimpin? Mendengar permintaanku tersebut, beliau menepuk pundakku seraya bersabda: Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah, sedangkan kepemimpinan itu adalah amanat. Dan nanti pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut. (HR Muslim No.1825)
Itulah yang dialami Umar Bin Abdul Azis Rohimahullah. Beliau merasa kepemimpinan itu adalah perkara yang sangat besar. Namun, ketika penolakan itu tidak mungkin terjadi maka beliau adalah orang yang paling menjaga amanat tersebut.
Pada hari pertama beliau diangkat sebagai khalifah, beliau naik mimbar lalu berkhutbah: wahai sekalian umat manusia! Aku telah diuji untuk memegang tugas ini tanpa meminta pertimbangan kepadaku terlebih dahulu dan bukan juga permintaan dariku serta tidak dimusyawarahkan bersama dengan umat Islam terlebih dahulu. Sekarang aku membatalkan baiat yang kalian berikan kepada aku dan pilihlah seorang khalifah yang kalian ridhai. Tiba – tiba orang ramai serentak berkata: Kami telah memilih anda wahai Amirul Mukminin dan kami juga ridha kepada Anda. Oleh karena itu perintahlah kami dengan kebaikan dan keberkahan. Lalu beliau berpesan kepada orang ramai supaya bertakwa, zuhud terhadap kekayaan dunia dan mendorong mereka supaya cinta akan akhirat kemudian beliau berkata pula kepada mereka: “Wahai sekalian umat manusia, barangsiapa yang taat kepada Allah maka wajib dia ditaati, dan barangsiapa yang tidak taat kepada Allah maka dia tidak wajib ditaati oleh siapapun. Wahai sekalian manusia, taatlah kamu kepadaku selagi aku taat kepada Allah di dalam memimpin kalian. Dan sekiranya aku tidak taat kepada Allah, janganlah kalian menaatiku”. Setelah itu beliau turun dari mimbar.
Reformis yang Shalih
Para Ulama menyebut bahwa Umar bin Abdul Azis Rohimahullah sebagai pembaharu abad pertama Hijriah, bahkan juga disebut sebagai khulafa rasyidin kelima. Sungguh! Keadilan, amanah dan tanggung jawabnya menjadikan rakyatnya hidup dalam kedamaian, aman, makmur dan sentosa. Hal itu terbukti dengan sedikitnya para penerima zakat diera pemerintahannya. Pernah seseorang mengeluarkan zakat dengan jumlah yang sangat besar, namun ketika ia mencari orang – orang yang berhak menerimanya, ia kembali dengan zakat masih utuh seperti semula. (Syiar a'lam an nubala 5/132)
Dibawah kepemimpinannya, negara Islam berubah menjadi negara yang aman, damai dan sejahtera. Semua Gubernur dan kepala daerah yang bertindak sewenang – wenang ia pecat, lalu diganti dengan yang lebih baik, yang lebih peka terhadap masyarakat. Segala hak – sekecil apapun – yang berada ditangan yang tidak syah, ia kembalikan kepada pemiliknya semula, tidak terkecuali; baik pemilik hak tersebut keturunan bangsawan ataukah sekedar rakyat jelata, muslim maupun kafir dzimmi, semuanya sama! Bahkan kegigihan Umar bin Abdul Azis Rohimahullah menumpas kedzaliman juga dirasakan Bani Abdul Malik. Dan hal itu mulai dari diri sendiri dan keluarganya. Ia periksa satu per-satu harta benda yang ada dirumahnya, mana yang berasal dari pemberian khalifah sebelumnya ia kembalikan ke baitul mal.
Pemimpin yang zuhud
Pernahkah terbetik dibenak kita seorang kepala negara ketika berkeinginan menunaikan ibadah haji, ia tidak bisa berangkat hanya karena uang perbekalannya tidak cukup? Pernahkah terlintas di bayangan kita seorang bangsawan yang hanya memiliki satu buah baju, itu pun berkain kasar? Umar bin Abdul Azis Rohimahullah pernah mengalaminya.
Kezuhudannya mencapai level tertinggi disaat puncak dunia berada dalam genggamannya. Malik bin Dinar pernah berkata, orang – orang berkomentar mengenaiku, “ Malik bin Dinar adalah orang zuhud”, padahal yang pantas dikatakan orang zuhud adalah Umar bin Abdul Azis, dunia mendatanginya namun ditinggalkannya “.
Tulisan diatas hanyalah setetes dari lautan kepribadian yang dimiliki oleh Umar bin Abdul Azis Rohimahullah. Kisah tentang kehidupannya begitu mudah didapati di buku – buku sejarah yang menulis biografinya. Kisah yang memenuhi lembar demi lembar buku para sejarawan, sungguh sebuah kisah yang siapapun membacanya pasti akan mengeleng – gelengkan kepala tanda takjub, diiringi air mata bahagia yang turut mengharukan suasana.
Diambil dari Buletin Al-Furqon tahun ke-7 volume 8 no.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar