Kamis, 14 Juli 2011

Menyikapi Polis Asuransi Konvensional

Pertanyaan, “Ada seseorang yang menabrakku dengan mobilnya, saat aku mengendarai sepeda motor. Alhamdulillah, sedikit pun aku tidak terluka. Demikian pula, sepeda motorku hanya mengalami kerusakan ringan. Namun, ternyata perusahaan asuransi yang aku ikuti mengirimkan uang sebesar empat juta, sebagai ganti rugi atas kecelakaan yang aku alami serta untuk biaya perbaikan motor. Padahal, aku baru menyerahkan setoran pertama sebesar 400.000 agar terdaftar sebagai peserta asuransi di perusahaan tersebut. Apa yang harus kulakukan?”
Jawaban, “Tidaklah diragukan bahwa transaksi asuransi kesehatan yang telah Anda tanda tangani bersama perusahaan asuransi adalah transaksi yang haram, karena landasan berpijak yang paling mendasar dari asuransi adalah judi, alias "taruhan".
Parameter judi yang haram adalah manakala peserta kegiatan berada di antara dua kemungkinan: untung ataukah buntung.
Seorang peserta asuransi itu berada di antara dua pilihan. Boleh jadi, dia terus-menerus membayar premi dan tidak sepeser pun dari premi yang dia bayarkan tersebut dia dapatkan kembali, atau ada yang kembali namun dengan nominal yang lebih kecil daripada total premi yang telah dibayarkannya.
Pilihan kedua, peserta asuransi ternyata mendapatkan polis yang lebih besar daripada total premi yang dia bayarkan.
Dalam keadaan pertama, peserta asuransi mengalami kerugian, sedangkan dalam kondisi kedua, peserta asuransi mendapat keuntungan.
Dalam kasus yang Anda alami, tampak dengan jelas bahwa transaksi yang Anda lakukan dengan perusahaan asuransi adalah transaksi yang haram. Anda baru menyerahkan total premi sebesar 400.000, sedangkan Anda mendapatkan polis sebesar empat juta rupiah. Dalam kondisi ini, Anda mendapatkan keuntungan. Seandainya tidak ada kecelakaan lalu lintas, tentu saja Anda akan terus-menerus membayar premi tanpa mendapatkan apa-apa, sehingga Anda mendapatkan kerugian.
Dalam kondisi Anda saat ini, Anda memiliki beberapa kewajiban:
Pertama, mengundurkan diri dari status "peserta asuransi", dalam rangka menghilangkan dosa. Bagaimana bila menjadi peserta asuransi karena paksaan? Seorang muslim yang menjadi peserta asuransi itu tidak berdosa manakala dia dipaksa oleh negara untuk menjadi peserta asuransi, semisal peserta Asuransi Jasa Raharja (saat bikin SIM, dll) atau Jamsostek (sebagai Karyawan). Namun, jika menjadi peserta asuransi itu tidak karena dipaksa maka perbuatan ini adalah dosa yang tidak bisa dibenarkan jika dilakukan oleh seorang muslim.
Kedua, peserta asuransi tidaklah diperbolehkan untuk menerima polis dari perusahaan asuransi, melainkan senilai dengan total premi yang pernah dibayarkan, baik sedikit atau pun banyak. Oleh karena itu, uang empat juta yang Anda terima itu dikurangi total premi yang selama ini Anda bayarkan. Sisanya dikembalikan kepada perusahaan asuransi, jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan maka bebaskan diri Anda dari lilitan harta haram dengan menyalurkannya ke berbagai kegiatan sosial.
Perlu Anda ketahui bahwa Anda boleh menuntut pihak yang menabrak untuk mendapatkan uang sebesar biaya untuk memperbaiki kendaraan Anda yang rusak, baik ternyata yang menyerahkan uang adalah pihak penabrak dari kantornya sendiri ataupun pihak asuransi jika pihak penabrak tersebut ternyata adalah peserta asuransi. Seluruhnya adalah uang halal bagi Anda."
Referensi: http://islamqa.com/ar/ref/161348

Tidak ada komentar:

Posting Komentar