Minggu, 11 September 2011

Hukum mengajak anak kecil ke Masjid

Berikut jawaban Syeikh Utsaimin seorang Ulama yang diakui dunia Internasional, yang meninggal dunia pada tanggal 10 Januari 2001 ketika ditanya permasalahan diatas. Biografi Beliau selengkapnya bisa klik disini

Soal :
Wahai Syaikh yang mulia! Apa hukum menghadirkan anak-anak yang belum mumayiz yang masih memakai popok, yang mungkin atau kebanyakan di dalamnya ada najis? Dan jika mereka ada (di dalam masjid) apakah mereka diusir atau tidak? (Mumayyiz ialah batas kemampuan anak kecil mengetahui yang baik dan yang buruk-Red)
Jawab :
Menghadirkan anak-anak di masjid tidak apa-apa selama mereka tidak mengganggu, jika mereka mengganggu maka mereka dicegah (tidak diperbolehkan masuk masjid pent.) , akan tetapi bagaimana mencegah mereka adalah dengan menghubungi orang tua-orang tua mereka dan kita katakan : “Anak-anak kalian mengganggu kami”, dan kalimat lain yang seperti itu, sungguh dulu Nabi صلى الله عليه وسلم ingin memanjangkan sholatnya, kemudia beliau mendengar tangisan bayi hingga beliau mempercepat sholatnya karena takut akan memberikan fitnah pada ibunya. Ini menunjukkan bahwa anak-anak ada di masjid-masjid, akan tetapi sebagaimana kami katakan : Jika mereka mengganggu maka mereka dicegah melalui wali-wali mereka; agar tidak menjadi fitnah; karena apabila anda mencegah anak yang berumur tujuh tahun yang mengganggu di masjid dengan memukulnya maka orang tuanya akan marah kepada anda, karena kebanyakan manusia saat ini mereka tidak mempunyai rasa keadilan, kemudian akan berbicara kepada anda dan mungkin akan ada permusuhan dan kemarahan. Solusinya adalah kita mencegah mereka melalui orang tua-orang tua mereka sehingga tidak terjadi fitnah. Adapun menghadirkan anak (di masjid) maka bukan keutamaan menghadirkan anak tersebut, akan tetapi mungkin juga ibunya terpaksa membawanya ke masjid karena tidak ada seorangpun di rumah, sedangkan dia ingin menghadiri pelajaran (di masjid), dan ingin menghadiri sholat tarowih di masjid atau yang sepertinya. ‘Ala kuli haal; jika saat membawanya ada gangguan atau bapaknya  sholatnya tidak tenang karena tanggung jawab menjaganya yang tidak datang padanya, kemudian jika dia masih kecil, dia memakai popok  maka tidak ada manfaatnya kehadirannya, adapun yang berumur tujuh tahun lebih  termasuk yang diperintahkan untuk melaksanakan sholat, maka mereka bisa mengambil manfaat dengan hadirnya di masjid-masjid; akan tetapi tidak bisa anda menghukumi setiap orang, terkadang ibunya sudah tidak ada karena meninggal, atau pergi untuk melakukan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, dan tidak ada seorangpun di rumah, maka dia berada diatara dua perkara: bisa dia meninggakan jama’ah dan terikat dengan anaknya, dan biisa juga mendatangai sholat jama’ah, maka dia menimbang manakah yang lebih rojih (lebih kuat).
***
Mufti : Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin
Sumber : Liqo’aat Al Baabul Maftuuh (Juz.125/Hal.8)
Penterjemah : Ahmad Sobari

http://abukhodijah.wordpress.com/2010/06/12/hukum-mengajak-anak-anak-ke-masjid/




Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian orang membawa anak-anaknya yang belum mumayyiz ke masjid, mereka belum bisa mengerjakan shalat dengan baik. Mereka berdiri berbaris bersama jama’ah. Namun sebagian anak bermain-main dan mengganggu orang sekitarnya. Bagaimana hukumnya hal tersebut? Apa nasihat Syaikh kepada orang tua anak-anak tersebut ?

Jawaban
Menurut hemat saya, membawa anak-anak yang akan mengganggu jama’ah shalat tidak boleh. Karena hanya akan menyakiti jama’ah yang sedang menunaikan kewajiban dari Allah. Nabi Shallallahu ‘alaiahi was sallam pernah mendengar beberapa sahabat yang sedang shalat, bersuara keras dalam qiro’ah maka beliau bersabda.

“Artinya : Janganlah sebagian kalian bersuara melebihi orang lain dalam membaca ayat”

Dalam hadits lain, “Janganlah sebagian kalian mengganggu lainnya”.

Jadi, segala sesuatu yang dapat mengganggu jama’ah shalat tidak boleh dilakukan oleh siapapun

Nasihat saya kepada orang tua, sebaiknya tidak menyertakan anak-anak ke masjid, hendaklah mereka berpegang pada petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Perintahkanlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sewaktu berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya sewaktu umur sepuluh tahun”.

Demikian juga saya pesan kepada pengurus masjid agar berlapang dada dan tidak menghalangi anak-anak dataig ke masjid sepanjang diperbolehkan oleh syari’at. Dan tidak mengusir mereka dari tempatnya, karena siapa saja yang lebih dahulu mengambil tempat, maka dialah yang paling berhak mendapatkannya, baik anak-anak atau orang dewasa. Karena itu, mengusir anak-anak dari tempat shalat mereka mengandung unsur.

[1]. Perampasan hak, karena siapapun yang mendahului orang lain dari kalangan muslimin, maka dia orang yang paling berhak meraihnya.
[2]. Menyebabkan trauma pada anak untuk kembali mendatangi masjid.
[3]. Akan menanamkan rasa dengki anak terhadap orang yang mengusirnya dari tempatnya semula.
[4]. Anak-anak akan berkumpul menjadi satu, sehingga terjadilah permainan di antara mereka dan menyebabkan gangguan terhadap jama’ah yang sebenarnya hal itu tidak akan terjadi manakala anak-anak berbaris dalam shaf orang-orang dewasa.

Adapun pendapat yang disebutkan oleh sebagian ulama, bahwa anak kecil boleh dipindahkan dari tempatnya semula sehingga berada di ujung shaf atau di shaf paling akhir, dengan dalil bahwa Nabi pernah bersabda.

“Artinya : Hendaknya berada didekatku, orang-orang dewasa dan berakal”

Adalah pendapat marjuh (lemah) yang bertentangan dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain.
“Artinya : Barangsiapa lebih dulu mendapatkan sesuatu yang belum ada seorangpun yang mendahuluinya maka dialah orang yang paling berhak mendapatkkannya”
Dan istidlal (penggunaan dalil) mereka dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Hendaknya berada didekatku, orang-orang dewasa dan berakal”, dalam masalah ini tidak tepat.
Karena kandungan hadits ini adalah anjuran kepada orang-orang dewasa dan berakal agar maju mendekati Nabi. Mereka adalah orang-orang yang lebih faham terhadap seluk beluk shalat daripada anak kecil. Dan lebih kuat pengetahuannya terhadap apa-apa yang dilihat atau didengar dari Nabi. Beliau tidak mengatakan : “Tidak boleh berada diekatku kecuali orang dewasa lagi berakal”.

Seandainya beliau mengucapkan kalimat seperti itu, tentu pendapat yang membolehkan pemindahan anak-anak dari barisan depan dapat diterima. Tetapi redaksi hadits ini berisi perintah bagi orang-orang dewasa dan berakal untuk mencari shaf-shaf awal agar berada di dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[Syaikh Ibnu Utsaimin, Fatawa Islamiyah 2/8]

[Disalin dari kitab Fatawa Ath-Thiflul Muslim, edisi Indonesia 150 Fatwa Seputar Anak Muslim, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah Ashim, Penerbit Griya Ilmu]



http://almanhaj.or.id/content/1798/slash/0

1 komentar:

  1. ASSM.untuk yang jadi imam wakatu sholat fardu agar tidak membawa serta anak balita ikut di depan.Sangat menggangu kekhusukan sholat berjamaah.Ya jadi makmum aja lah.Semoga ketua DKM bisa menyampaikan nya.Terima kasih.

    BalasHapus