Jika
kesedihan meliputi hatimu karena kehilangan buah hati tercinta….
Air
mata tak kunjung berhenti karena kehilangan istri tercinta…
Ibu
yang tersayang dan penyayang telah pergi meninggalkan kenangan…
Sahabat
yang setia dan siap berkorban telah berpisah dengan dunia….
Maka
ingatlah…..semuanya pernah dialami oleh Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi
wa sallam
Sungguh
merupakan perkara yang sangat menyedihkan dan sangat berat tatkala seseorang
harus kehilangan orang yang dicintainya,
baik anak yang disayang, apalagi berbakti, ibu yang penyayang, sahabat dekat,
istri tercinta dan lain-lain.
Allah
berfirman
"Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS Al-Baqoroh :
155)
As-Syaikh
As-Sa'di rahimahullah berkata :
"(Dan
jiwa) yaitu dengan perginya orang-orang yang dicintai, baik anak-anak, kerabat,
maupun sahabat" (Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan hal 155)
Tentunya
semakin tinggi iman seseorang maka akan semakin tinggi ujian yang akan
dihadapinya. Dan tidak diragukan lagi bahwasanya ujian-ujian yang pernah
dihadapi oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah ujian yang sangat
berat. Nabi telah diuji dengan ujian-ujian yang berat dan bermacam-macam.
Diantara ujian-ujian tersebut adalah perginya orang-orang yang dikasihi oleh
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam telah kehilangan ayahnya sebelum kelahirannya…ia
tidak pernah merasakan belaian ayahnya…tidak pernah melihat senyuman ayahnya…
Demikian
pula ia telah kehilangan ibunya yang sangat beliau sayangi tatkala berusia enam
tahun. Tatkala sang ibu membawanya untuk bersafar menziarahi
kerabat/paman-paman ayahnya dari Bani ‘Adi bin Najjaar di kota Madinah. Tatkala
di tengah perjalanan pulang ke Mekah di suatu daerah yang bernama Abwaa'
(antara kota Madinah dan Mekah) maka sang ibu tercinta pun sakit. Hingga
akhirnya sang ibupun meninggal di tempat tersebut (lihat As-Siiroh An-Nabawiyah
fi Dloui al-Mashoodir al-Ashliyah hal 110). Semua itu dilihat dan disaksikan
oleh sang kecil Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Kita bisa bayangkan
bagaimana kesedihan yang meliputi hati si kecil Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam tatkala menyaksikan di hadapannya sang ibu yang sakit parah hingga
meninggalkan dunia ini….
Ini
semua kesedihan yang telah dirasakan oleh Nabi semenjak kecil beliau.
Sebagaimana
manusia yang lain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengalami apa yang
dirasakan oleh manusia yang lain, seperti kegembiraan, kesedihan, keriangan,
kesempitan, kelapangan, sehat, sakit, kehidupan dan kematian. Karenanya jika
Nabi mengalami kesedihan maka terkadang air mata beliau mengalir…
PERTAMA
: Tangisan Nabi tatkala putranya Ibrahim meninggal
Sungguh
berat ujian yang dihadapi oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, seluruh anak
beliau meninggal sebelum beliau, kecuali Fathimah radhiallahu 'anhaa yang
meninggal setelah meninggalnya Nabi.
Jika
kehilangan seorang anak yang dicintai saja sudah terasa sangat berat maka
bagaimana lagi jika kehilangan enam orang anak sebagaimana yang dialami oleh
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?. Karenanya Allah menyediakan ganjaran yang
besar bagi seseorang yang bersabar karena kehilangan buah hatinya.
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Jika
anak seseorang meninggal maka Allah berkata kepada para malaikatnya,
"Apakah kalian telah mengambil nyawa putra hambaku?", mereka
menjawab, "Iya". Allah berkata, "Apakah kalian telah mengambil
buah hatinya?", mereka menjawab, 'Iya". Allah berkata, "Apakah
yang diucapkan oleh hambaKu?", mereka berkata, "HambaMu memujimu dan
beristrjaa' (mengucapkan innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji'uun)". Allah
berkata, "Bangunkan bagi hambaKu sebuah rumah di surga dan namakan rumah
tersebut dengan "Rumah pujian" (HR At-Thirmidzi no 1021 dan
dishahihkan oleh Al-Albani di As-Shahihah no 1408)
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam dianuegrahi enam orang putra-putri yaitu Qosim,
kemudian Zainab, kemudian Ruqooyah, kemudian Ummu Kultsuum, kemudian Fathimah
(dan ada yang berpendapat bahwa Ummu Kaltsuum lebih muda daripada Fathimah),
kemudian Abdullah yang dilahirkan setelah kenabian. Kedua putra beliau Qosim
dan Abdullah meninggal tatkala masih kecil, adapun keempat putri beliau
seluruhnya masuk Islam setelah kenabian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
Maka
sungguh bisa dibayangkan kerinduan Nabi untuk memiliki anak laki-laki, karena
yang tersisa hanyalah anak-anak perempuannya. Akhirnya Allah menganugerahkan
beliau dari Maariyah Al-Qibthiyah seorang putra yang beliau namakan Ibrahim.
Tatkala
lahir Ibrahim maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan penuh gembira
mengabarkannya kepada para sahabat.
"Malam
ini aku dianugerahi seorang putra, aku menamakannya dengan nama mbapakku,
Ibrahim" (HR Muslim no 3315)
Dan
sebagaimana adat kaum Arab jika ada anak mereka yang lahir maka dicarikan juga
baginya ibu susuan. Karenanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyerahkan
Ibrahim kepada ibu susuannya Ummu Saif Khaulah binti Al-Mundzir Al-Anshooriyah
radhiallahu 'anhaa, yang memiliki seorang suami seorang pandai besi yang
dikenal dengan Abu Saif. Mereka tinggal di daerah awali di Madinah.
Nabi
sangat menyayangi Ibrahim, bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berjalan
jauh ke daerah ‘awali hanya untuk mencium putranya tersebut.
Anas
Bin Malik –semoga Allah meridhoinya- berkata :
"Aku
tidak pernah melihat seorangpun yang lebih sayang kepada anak-anak dari pada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Putra Nabi (yang bernama) Ibrahim
memiliki ibu susuan di daerah ‘Awaali di kota Madinah. Maka Nabipun berangkat
(*ke rumah ibu susuan tersebut) dan kami bersama beliau. lalu beliau masuk ke
dalam rumah yang ternyata dalam keadaan penuh asap. Suami Ibu susuan Ibrahim
adalah seorang pandai besi. Nabipun mengambil Ibrahim lalu menciumnya, lalu
beliau
kembali" (HR Muslim no 2316)
Akan
tetapi kegembiraan dan kebahagiaan ini tidak berlangsung lama karena tatkala
Ibrahim berumur 16 atau 17 bulan iapun sakit keras hingga meninggal dunia
(lihat Al-Minhaaj Syarah Shahih Muslim karya An-Nawawi 15/76).
Anas
bin Malik berkata:
"Rasulullah
masuk (*di rumah ibu susuan Ibrahim) menemui Ibrahim yang dalam keadaan
sakaratul maut bergerak-gerak untuk keluar ruhnya. Maka kedua mata Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallampun mengalirkan air mata.
Abdurrahman
bin 'Auf berkata, "Engkau juga menangis wahai Rasulullah?". Maka Nabi
berkata, "Wahai Abdurrahman bin 'Auf, ini adalah rahmah (kasih
sayang)". Kemudian Nabi kembali mengalirkan air mata dan berkata,
"Sungguh mata menangis dan hati bersedih, akan tetapi tidak kita ucapkan
kecuali yang diridhoi oleh Allah, dan sungguh kami sangat bersedih berpisah
denganmu wahai Ibrahim"(HR Al-Bukhari no 1303)
Nabi
juga berkata
"Sesungguhnya
Ibrahim putraku meninggal dalam masa persusuan, dan sesungguhnya baginya di
surga dua orang ibu susuan yang akan menyempurnakan susuannya" (HR Muslim
no 2316)
Kita
bisa membayangkan bagaimana kesedihan yang dirasakan Nabi…putra yang sangat
disayanginya…yang sangat diharapkan setelah meninggalnya kedua putranya
dahulu…, meninggal dalam keadaan menggeliat menghadapi sakaratul maut di
pangkuan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam…inilah yang membuat beliau
mengalirkan air mata
KEDUA
: Tangisan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala putrinya Ummu Kaltsuum
meninggal.
Anas
bin Malik radhiallahu 'anhu berkata
"Kami
menghadiri pemakaman putri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan
Rasulullah duduk di atas mulut kuburan (*yang sudah digali). Aku melihat kedua
mata beliau mengalirkan air mata, dan
beliau
berkata, "Apakah ada diantara kalian yang malam ini belum berbuat
(*berhubungan dengan istrinya)?. Abu Tolhah berkata, "Saya". Nabipun
berkata, "Turunlah engkau di kuburan putriku!". Abu Tholhah lalu
turun dan menguburkan putri Nabi" (HR Al-Bukhari no 1342)
Putri
Nabi yang dikuburkan dalam hadits ini adalah Ummu Kaltsuum radhiallahu 'anhaa
dan bukan Ruqoyyah, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menghadiri
wafatnya Ruqoyyah karena perang Badar (Lihat Syarah Shahih Al-Bukhari karya
Ibnu Baththool 3/328, Fathul Baari 3/158, dan Irsyaadus Saari, karya
Al-Qosthlaani 2/438)
KETIGA
: Tangisan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala melihat salah seorang
cucunya menggeliat menghadapi sakaratul
maut
Usaamah
bin Zaid rahdiallahu 'anhu berkata :
"Salah
seorang putri Nabi mengirimkan utusan kepada Nabi untuk mengabarkan bahwa :
"Putraku sedang sakaratul maut, maka hendaknya engkau datang".
Nabipun mengirim utusan kepada putrinya tersebut dan mengirim salam kepadanya
dan berkata, "Sesungguhnya milik Allah apa yang Allah ambil, dan milik
Allah juga apa yang telah Allah anugerahkan, dan segala sesuatu di sisiNya ada
waktu dan ketentuannya, maka hendaknya putriku bersabar dan mengaharapkan
pahala dari Allah".
Akan
tetapi putri Nabi kembali mengirimkan utusannya mengabarkan kepada Nabi
bahwasanya putrinya telah bersumpah agar Nabi datang. Maka Nabipun datang
bersama Sa'ad bin 'Ubaadah, Mu'adz bin Jabal, Ubai bin Ka'ab, Zaid bin Tsaabit
dan beberapa sahabat lainnya radhiallahu 'anhum. Lalu sang anakpun diangkat ke
Nabi, Nabipun meletakkannya di pangkuannya sementara sang anak meronta-ronta.
(Melihat hal itu) maka kedua mata Nabipun mengalirkan tangisan. Sa'ad berkata,
"Wahai Rasulullah, kenapa engkau menangis?".
Nabi
berkata, "Ini adalah rahmat (kasih sayang) yang Allah jadikan di hati para
hambaNya" (HR Al-Bukhari no 1284
dan Muslim no 923)
Para
ulama telah berselisih tentang siapakah putri Nabi yang disebutkan dalam hadits
ini?, karenanya mereka juga berselisih siapakah cucu Nabi yang disebutkan dalam
hadits ini-?
Ada
yang mengatakan bahwa putri Nabi tersebut adalah Ruqoyyah istri Utsmaan bin
'Afaan, dan cucu nabi tersebut adalah
Abdullah bin 'Utsmaan. Ada yang mengatakan bahwa putri Nabi tersebut adalah
Fathimah istri Ali bin Abi Tholib, dan cucu Nabi tersebut adalah Muhsin bin Ali
bin Abi Thoolib.
Dan
ada yang mengatakan bahwa putri Nabi tersebut Zainab istri Abul 'Aash. Dan
Zainab hanya memiliki dua anak dari Abul 'Aash yaitu Ali dan Umaimah. Pendapat
yang dipilih oleh Ibnu Hajar bahwasanya cucu nabi yang disebutkan dalam hadits
ini adalah Umamah binti Abul 'Aaash.
Akan
tetapi Ibnu Hajar berpendapat bahwa Umamah setelah didatangi Nabi akhirnya
sembuh dan tidak meninggal karena para ulama telah sepakat bahwasanya Umamah
bin Abil 'Aash hidup setelah meninggalnya Nabi, bahkan Umamah dinikahi oleh Ali
bin Abi Tholib setelah wafatnya Fathimah radhiallahu 'anhaa. (Fathul Baari
3/156-157)
KEEMPAT
: Tangisan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala melihat jasad pamannya
Hamzah bin Abdhil Muththolib tercabik-cabik.
Hamzah
paman Nabi dan juga sekaligus saudara sepersusuan Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam. Beliau adalah Asadullah (singa Allah) seseorang yang sangat hebat dalam
pertempuran di medan jihad.
Tatkala
terjadi perang Badar diantara yang terbunuh oleh Hamzah dari kalangan musyrikin
Mekah adalah Thu'aimah bin 'Adi, paman dari Jubair bin Muth'im.
Akhirnya
Jubair bin Muth'impun ingin membalas dendam kepada Hamzah, akhirnya ia
memerintahkan budaknya yang bernama Wahsyi dari Habasyah untuk membunuh Hamzah
dengan imbalan dia akan dimerdekakan.
Wahsyi
menuturkan kisahnya :
"Sesungguhnya
Hamzah telah membunuh Thu'aimah bin 'Adiy di perang Badar, maka Tuanku Jubair
bin Muth'im berkata kepadaku, "Jika engkau membunuh Hamzah sebagai balasan
terhadap pamanku maka engkau bebas merdeka". Maka tatkala orang-orang
(kaum kafir Mekah) keluar untuk
perang
Uhud maka akupun keluar bersama mereka untuk berperang. Maka tatkala mereka
telah berbaris (*antara pasukan kafir dan pasukan kaum muslimin) untuk
bertempur maka keluarlah Sibaa' dan berkata, "Siapa yang siap berduel
melawanku?". Maka tantangan inipun disambut oleh
Hamzah
bin Abdil Muththolib, lalu ia berkata ; "Wahai sibaa', wahai putra Ummu
Anmaar, Wahai putra Tukang sunatnya para wanita" (*karena ibu Sibaa'
adalah seorang wanita yang dikenal suka menyunat bayi-bayi perempuan), apakah
engkau menentang Allah dan Rasulnya?". Lalu Hamzahpun memeranginya dengan
sengit sehingga tewaslah Sibaa' seakan-akan ia tidak pernah ada.
Akupun
bersembunyi di belakang sebuah batu untuk membunuh Hamzah. Tatkala Hamzah sudah
dekat denganku maka akupun melemparnya dengan tombakku hingga mengenai bagian
bawah pusarnya hingga keluar kebagian panggul belakangnya. Itulah kematian
Hamzah.
Tatkala
orang-orang kembali ke Mekah akupun pulang bersama mereka lalu aku tinggal di
Mekah hingga islampun tersebar. Lalu akupun pergi ke Thoif. Lalu penduduk Thoif
mengirim para utusan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk masuk
Islam, dan dikatakan kepadaku bahwasanya para utusan tersebut sama sekali tidak
akan terganggu. Maka akupun pergi bersama mereka (para utusan tersebut) hingga
akupun menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala Nabi melihatku
maka ia berkata, "Apakah engkau Wahsyi?". Aku berkata,
"Iya". Nabi berkata, "Engkau yang telah membunuh Hamzah?",
Aku
berkata, "Perkaranya sebagaimana berita yang sampai kepadamu". Nabi
berkata, "Jika engkau mampu agar tidak menampakan wajahmu di
hadapanku?". Aku lalu kembali ke Thoif. Dan tatkala Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam wafat dan muncul Musailamah Al-Kadzdzab (*yang mengaku nabi
baru) maka aku berkata, "Sungguh aku akan keluar untuk membunuh
Musailamah, semoga aku membayar kesalahanku membunuh Hamzah". Lalu akupun
keluar bersama orang-orang dan ternyata kejadiannya sebagaimana yang terjadi
(*yaitu terjadi peperangan dan terbunuh banyak sahabat). Tiba-tiba Musailamah
berdiri di sela-sela dinding, seakan-akan ia adalah seekor onta yang abu-abu,
rambutnya berdiri. Maka akupun melemparnya dengan tombakku maka mengenai
dadanya hingga tembus ke belakang dan keluar diantara dua punggungnya. Lalu
datanglah salah seorang dari kaum Anshoor lalu memukulkan pedangnya ke kepala
Musailamah" (HR Al-Bukhari no 4072)
Tombak
yang digunakan Wahsyi untuk membunuh Musailamah Al-Kadzdzab itulah tombak yang
telah ia gunakan untuk membunuh Hamzah bin Abdil Muttholib. Wahsyi berkata,
"Dan
Robmu yang lebih tahu siapa diantara kami berdua yang telah membunuh
Musailamah, jika aku yang telah membunuhnya maka sungguh aku telah membunuh
manusia terbaik dan manusia terburuk" (Diriwayatkan oleh At-Toyaalisi
dalam musnadnya sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari
7/371)
Tatkala
sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kabar meninggalnya Hamzah maka
Nabipun menangis.
Jabir
radhiallahu 'anhu berkata :
"Tatkala
sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kabar tewasnya Hamzah maka
Nabipun menangis. Dan tatkala Nabi melihat jasadnya maka Nabipun terisak-isak
keras" (Al-Haitsami dalam Majma'
Dalam
riwayat lain :
"Tatkala
Nabi melihat jasad Hamzah yang tercabik-cabik maka beliaupun terisak
keras" (HR Al-Haakim dalam Al-Mustadrok no 4900, dan Adz-Dzahabi berkata :
"Shahih")
Kota
Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 11-03-1433 H / 03 Februari 2011 M
Abu
Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar