Ibnu Miskawaih: Pemikiran Filsafatnya
1. Ketuhanan
Pemikiran dan gagasan Ibnu Miskawaih banyak dipengaruhi oleh pemikiran AL Kindi, tentang emanasi banyak dipengaruhi oleh Al Farabi. Menurut Ibnu Miskawai, Tuhan itu jelas sekaligus tidak jelas. Keberadaan Tuhan itu pasti jelas dengan segala hakikatnya, Tuhan jadi tidak jelas ketika ditangkap oleh akal pikiran kita yang terbatas, maka gagasan-gaagasan kita tentang Tuhan tidak sempurna dan terbatas. Jadi, dari sisi Tuhan pasti ada wajibul wujud tapi dari perspektif kita seornag manusia, Dia tidak jelas. Maka kalau hanya mengandalkan pikiran nantinya kita akan menyembah pandanagn dan konsep kita sendiri tentang Tuhan, maka dari itu cukup berimana saja dengan percaya saja pada Dia yang tidak terjangkau oleh akal kita.
2. Emanasi
Emanasi adalah proses terjadinya ujud yang beraneka ragam, baik langsung atau tidak langsung, bersifat jiwa atau materi, berasal dari ujud yang menjadi sumber dari segala sesuatu yakni Tuhan, yang menjadi sebab dari segala yang ada karenanya setiap ujud ini merupakan bagian dari Tuhan.Creatio ex Nihilo, adalah menciptakan sesuatu dari tidak ada apa-apa yang mana bagi beberpa filosof ha itu tidak masuk akal. Yang mana mayoritas berpendapat sesuatu ada dari yang ada asalnya. Namun seandainya alam ini ada bahannya maka akan ada turunannya dari setaip bahan. Maka materi pertama apapun itu pasti dari Allah bersumbernya. Oleh filsafat emanasi hal ini disebut melimpah dari dirinya Allah yang mana bahnnya alam semesta Allah sendiri. Dalam pandangan Aristoteles segala sesuatu itu ada sebabnya maka pada akhirnya berujung pada Allah, inilah analogi termudah dalam memahami emanasi. Manusia ideal selain nabi adalah filosof, dimana keutamaan diri Nabi langsung anugrah dari Allah jika filosof berusaha sendiri unutk mengakses realitas. Perbedaannya terletak pada teknik memperolehnya.
3.Kenabian
Ibnu Miskawai terkenal dengan pemikirannya tentang akhlak. Bukunya yang paling terkenal adalah Alkhuluqu Haalun Li Nafsi Daaiyatan Liha Ilaa Af ‘Aluha Min Ghairi Fikrin walaa Ruwiyatin. Yaitu, kondisi jiwa yang mendorong perilaku yang tanpa dipikirkan dan tanpa dipertimbangkan dulu. Tanpa dipikir karena sudah otomatis, dorongan jiwa yang melahirkan tindakan yang otomatis. Akhlak baik itu ada dalam jiwa, tidak dalam perilaku meskipun manifestasinya perilaku. Parameter akhlak bukan fitrah namun menampilkan perbuatan baik adalah pencitraan. Jadi akhlak yang banar adalah kondisi jiwa Haalun Li Nafsi, yang mendorong perbuatan. Khalaq itu ijmali kalu khuluq ikhtiyari. Jika khalaq sudah dikasih langsung secara mutlak oleh Allah tidak dpat diubah sedangkan khuluq bisa kita ubah denagn cara memilih.
4. Tujuan Pendidikan Akhlak
Akhlak adalah pendidikan jiwa untuk melahirkan tindakan spontana. Jadi, tujuan pendidikan akhlak adalah melatih jiwa untuk terbiasa dalam kebaikan. Upaya dalam melakukan kebiakan itulah adalah pendidikan akhlak. Pendidikan moral yang bagus adalah pembiasaan, pembaisaan dalm kebaikan. Orang yang terbiasa dalam kebaikan akan mencapai kebahagiaan sempurna/paripurna (al sa’adah), kebahagiaan itu akan terjadi jika kebaikan kita utuh dalam aspek batin dan jiwa. Jadi, didiklah dirimu dalm rangka berbuat kebaikan paripurna(saadah) yaitu kebaikan yang sifatnya rasional (mahsusat) maupun empirik (ma’qulat). Jadi, bahagia itu terminal akhir dan jika tidak bahagia mungkin diri kita kurang berbuat kebaikan. Maka lakukanlah al khayr kebaikan, al khayr adalah al sya’I al nafi’ yaitu sesuatu yang bernilai.
Referensi:
http://digilib.uinsby.ac.id/19225/4/Bab%203.pdf. Diakses pada, Ahad 13 Desember 2020.
Pukul 14.06.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar