Jumat, 06 Januari 2012

Aku Ingin Seperti Ayah


Serasa kemarin ketika anakku lahir dengan penuh berkah. Aku harus siap untuknya, sehingga aku sibuk mencari nafkah sampai ‘tak ingat kapan pertama kali ia belajar melangkah. Pun kapan ia belajar bicara dan mulai lucu bertingkah.
Namun aku tahu betul ia pernah berkata, “Aku akan menjadi seperti Ayah kelak.”

“Ya betul aku ingin seperti Ayah kelak.”
“Ayah, jam berapa nanti pulang?”
“Aku tak tahu, Nak, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti, dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah bersama.”
Ketika saat anakku ulang tahun yang kesepuluh, Ia berkata, “Terima kasih atas hadiah bolanya, Ayah. Wah … kita bisa main bola bersama. Ajari aku bagaimana cara melempar bola.”
“Tentu saja, Nak, tetapi jangan sekarang, Ayah banyak pekerjaan sekarang”
Ia hanya berkata, “Oh ….”
Ia melangkah pergi, tetapi senyumnya tidak hilang, seraya berkata, “Aku akan seperti ayahku. Ya, betul aku akan sepertinya.”
Beberapa waktu kemudian. Anakku pulang ke rumah dari kuliah. Begitu gagahnya dia, dan aku memanggilnya, “Nak, aku bangga sekali denganmu, duduklah sebentar dengan Ayah.”
Dia menengok sebentar sambil tersenyum, “Ayah, yang aku perlu sekarang adalah meminjam mobil, mana kuncinya?”
“Sampai bertemu nanti Ayah, aku ada janji dengan kawan.”
“Nak, jam berapa nanti pulang?”
“Aku tak tahu, Yah, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah bersama.”
Aku sudah lama pensiun, dan anakku sudah lama pergi dari rumah.
Suatu saat aku meneleponnya.
“Aku ingin bertemu denganmu, Nak.”
Ia bilang, “Tentu saja aku senang bertemu Ayah, tetapi sekarang aku tidak ada waktu. Ayah tahu, pekerjaanku begitu menyita waktu, dan anak-anak sekarang sedang flu. Tetapi senang bisa berbicara dengan Ayah, betul aku senang mendengar suara Ayah.”
Ketika ia menutup teleponnya, aku sekarang menyadari. Dia tumbuh besar persis seperti aku.
Ya betul, ternyata anakku “aku banget”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar