Oleh: Ustadz
Abdullah Shaleh Hadrami
1. Allah
Ta’aala berfirman:
وَالْفَجْرِ
(1)
وَلَيَالٍ
عَشْرٍ (2)
“Demi
Fajar, dan malam-malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr: 1-2)
Ibnu Katsir
–Rahimahullah berkata: “ Yang dimaksud adalah sepuluh hari
(pertama) bulan Dzul Hijjah”. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu
Abbas, Ibnu Az-Zubair, Mujahid dan tidak sedikit daripada Salaf dan
Khalaf.
2. Allah
Ta’aala berfirman:
وَيَذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“…dan
supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah
ditentukan” (QS. Al Hajj: 28).
Ibnu Abbas
–Radhialahu ‘Anhuma berkata: “ (Yang dimaksud adalah) sepuluh
hari pertama (bulan Dzul Hijjah) “.
3. Dari Ibnu
Abbas –Radhiallahu ‘Anhuma beliau berkata: Rasulullah
–Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda:
“ما
من أيام العمل الصالح أحب إلى الله فيهن
من هذه الأيام” -يعني
عشر ذي الحجة -قالوا:
ولا
الجهاد في سبيل الله؟ قال:
“ولا
الجهاد في سبيل الله، إلا رجلا خرج بنفسه
وماله، ثم لم يرجع من ذلك بشيء” [رواه
البخاري]
“Tidak ada
hari dimana amal sholeh pada saat itu lebih dicintai Allah daripada
hari-hari ini, yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. mereka
(para sahabat) bertanya : Tidak juga jihad fi sabilillah (lebih utama
dari itu) ?, beliau bersabda: Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali
seseorang yang keluar berjihad dengan jiwanya dan hartanya dan tidak
kembali dengan sesuatupun. (HR. Bukhari).
4. Dari Ibnu
Umar –Radhiallahu ‘Anhuma berkata, Rasulullah–Shallallaahu
‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda:
“Tidak ada
hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan tidak ada amal perbuatan
yang lebih dicintai Allah selain pada sepuluh hari itu. Maka
perbanyaklah pada hari-hari tersebut Tahlil, Takbir dan Tahmid “
(HR. Imam Ahmad dan Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir)
5. Sa’id
bin Jubair –Rahimahullah dan beliau adalah yang meriwayatkan hadits
Ibnu Abbas –Radhiallahu ‘Anhuma (poin 3) , jika telah datang
sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah beliau (Sa’id bin Jubair
–Rahimahullah) sangat bersungguh-sungguh (dalam beribadah dan
beramal saleh) hingga hampir saja dia tidak kuasa (melaksanakannya) “
(Riwayat Ad-Darimi dengan sanad hasan)
6. Para
Ulama –Rahimahumullah menyatakan: “ Sepuluh hari pertama bulan
Dzul Hijjah adalah hari-hari yang paling utama, sedangkan sepuluh
malam terakhir bulan Ramadhan adalah malam-malam yang paling utama ”.
7. Ibnu
Hajar –Rahimahullah berkata dalam kitabnya Fathul Baari: “
Tampaknya sebab mengapa sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah
diistimewakan adalah karena pada hari-hari tersebut merupakan waktu
berkumpulnya ibadah-ibadah utama; yaitu shalat, shaum, shadaqah dan
haji dan tidak ada seperti itu pada waktu lainnya.”
MACAM –
MACAM AMALAN YANG DISYARIATKAN :
1.
Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umrah
2. Berpuasa
Selama Hari-Hari Tersebut Atau Pada Sebagiannya, Terutama Pada Hari
Arafah
Diriwayatkan
dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala
Alihi Wa Sallam bersabda :“Berpuasa pada hari Arafah melebur
dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya.”(HR. Muslim).
Dari
Hunaidah bin Kholid dari isterinya, dari sebagian isteri-isteri
Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, dia
berkata: “Adalah Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala
Alihi Wa Sallam berpuasa pada sembilan (hari pertama) bulan Dzul
Hijjah, hari ‘Asyura (sepuluh Muharram) dan tiga hari setiap
bulan.”(HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i).
Imam Nawawi
–rahimahullah berkata tentang puasa sembilan hari pertama bulan
Dzul Hijjah : “Sangat di sunnahkan.”
3.
Disyariatkan Pada Hari-hari Itu Takbir Muthlak dan Muqoyyad
Takbir
muthlak dilakukan pada setiap saat, siang ataupun malam sampai
Matahari terbenam akhir hari Tasyriq (13 Dzul Hijjah) .
Disyariatkan
pula takbir muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai sholat
fardhu dari sejak pagi hari ‘Arafah setelah shalat Subuh (9 Dzul
Hijjah) sampai shalat Ashar akhir hari Tasyriq (13 Dzul Hijjah).
Imam Bukhari
menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah –Radhiallahu ‘Anhum
keluar ke pasar pada hari-hari sepuluh (sepuluh hari pertama) dalam
bulan Dzul Hijjah seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orang pun
mengikuti takbirnya.
4. Taubat
Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa, Sehingga Akan Mendapatkan
Ampunan Dan Rahmat Allah.
5.
Memperbanyak Beramal Shalih.
6. Berkurban
Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-hari Tasyriq.
7.
Melaksanakan Shalat Idul Adha dan Mendengarkan Khutbahnya Dll.
SEPUTAR
HUKUM QURBAN / UDHHIYAH
Definisi
Udhhiyah /
Qurban adalah hewan yang disembelih pada hari Idul Adha (10
Dzulhijjah) sampai akhir hari- hari Tasyriq (13 Dzulhijjah) dengan
tujuan taqarrub ( pendekatan) kepada Allah .
Hukum
Berqurban
Allah
Ta’aala mensyariatkan berqurban dalam firmanNya:
فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)
“Maka
dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berqurbanlah. ” (QS.
Al-Kautsar: 2).
Hukumnya
adalah sunnah muakkadah bagi yang mampu, sebagaimana Nabi Muhammad
–Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam berqurban dengan
menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk.
Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan
bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu. (HR.
Bukhari dan Muslim).
Rasulullah
–Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda:
“”Barangsiapa yang mempunyai kelapangan harta dan tidak berqurban
maka janganlah mendekati mushalla kami”. (HR. Al-Baihaqi dll dengan
sanad sahih. Lihat Shahihul Jami’ 6490)
Hewan Yang
Diqurbankan
Hewan yang
dikurbankan adalah unta, sapi dan kambing dan hendaklah telah berumur
minimal:
Unta 5
tahun, Sapi 2 tahun dan Kambing 1 tahun. Para Ulama membolehkan
kambing kibas (domba) yang telah berumur 6 bulan asal gemuk dan
sehat.
Hendaklah
Hewan Qurban Tidak Cacat
Hewan itu
harus sehat tidak memiliki cacat, sebab Rasulullah –Shallallaahu
‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda :
“Empat
cacat yang tidak mencukupi dalam berqurban: Buta yang jelas, sakit
yang nyata, pincang yang sampai kelihatan tulang rusuknya (pincang
yang nyata) dan yang kurus sekali . ” (HR. At-Tirmidzi dll).
Waktu
Penyembelihan
Waktu
penyembelihan dimulai setelah shalat Idul Adha usai dan berakhir saat
tenggelam matahari akhir hari Tasyriq (13 Dzulhijjah).
Rasulullah
–Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda : “Siapa
yang menyembelih sebelum shalat (ied) maka sesungguhnya ia
menyembelih untuk dirinya sendiri, dan siapa menyembelih setelah
shalat dan khutbah maka sungguh ia telah menyempurnakan qurbannya dan
sesuai dengan sunnah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Juga sabda
beliau –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam:
“Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari makan dan minum dan berdzikir
kepada Allah.” (HR. Muslim).
Penyembelihan
Qurban
Disunnahkan
bagi yang bisa menyembelih agar menyembelih sendiri. Adapun doa yang
dibaca saat menyembelih adalah :
بِسْمِ
اللهِ وَاللهُ أَكْبَر، اللَّهُمَّ هَذَا
عَنْ فُلاَن (……)بِسْمِ
اللهِ وَاللهُ أَكْبَر
“Dengan
menyebut nama Allah dan Allah Maha Besar, Yaa Allah ini adalah
(qurban) dari si fulan ………(dengan meyebut namanya). Bismillahi
Wallahu Akbar.”
Sebagaimana
Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam ketika
menyembelih qurban, beliau membaca :
بِسْمِ
اللهِ وَاللهُ أَكْبَر، اللَّهُمَّ هَذَا
عَنِّي وَعَنْ مَنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ
أُمَّتِي
“Dengan
menyebut nama Allah dan Allah Maha Besar, Yaa Allah ini adalah
(qurban) dariku dan dari siapa yang belum berqurban dari umatku.”(HR.
Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Sedangkan
orang yang tidak bisa menyembelih sendiri hendaklah menyaksikan dan
menghadirinya (ketika proses penyembelihan). Seandainya tidak
menyaksikan juga tidak mengapa.
Pembagian
Daging Qurban
Allah
Ta’aala berfirman: “Maka makanlah sebagiannya (dan sebagian lagi)
berikanlah untuk dimakan orang-orang sengsara lagi fakir.” (QS.
Al-Hajj: 28)
“Maka
makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa
yang ada padanya (yang tidak meminta-minta ) dan orang yang meminta.”
(QS. Al-Hajj: 36).
Berdasarkan
kedua ayat tersebut sebagian Salafush Shaleh lebih menyukai membagi
qurban menjadi tiga bagian; sepertiga untuk diri sendiri, sepertiga
hadiah untuk orang-orang mampu dan sepertiga lagi shodaqoh untuk
fuqara.
Larangan
Bagi Orang Yang Berqurban
Bila
seseorang berniat untuk berqurban dan memasuki bulan Dzul Hijjah maka
baginya agar tidak memotong/mengambil rambut, kuku, atau kulitnya
sampai dia menyembelih hewannya, sebagaimana hadits Ummu Salamah
–Radhialahu ‘Anha, bahwa Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa
‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda:
“Jika kamu
melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu
ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong)
rambut dan kukunya.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Dalam lafadh
lain: “Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut dan kukunya
sehingga ia berkurban.”
Dalam lafadh
lain: “Maka janganlah menyentuh (mengambil) sedikitpun dari rambut
dan kulitnya.”
Larangan ini
hanya dikhususkan bagi orang yang berqurban saja, tidak termasuk
istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka
berqurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut atau keramas meskipun
terdapat beberapa rambutnya yang rontok.
Jika
seseorang berniat berkurban pada pertengahan hari-hari sepuluh itu
maka dia menahan hal itu sejak saat niatnya, dan dia tidak berdosa
terhadap hal-hal yang terjadi pada saat-saat sebelum niat.
Imam Nawawi
–Rahimahullah berpendapat bahwa larangan ini bersifat makruh tidak
sampai haram.
Hikmah dari
larangan ini menurut sebagian Ulama adalah agar supaya ketika hewan
qurban disembelih, orang yang berqurban dalam keadaan utuh seluruh
bagian tubuhnya sehingga semuanya dimerdekakan dari api neraka.
Sebagian yang lain berpendapat untuk menyerupai orang yang sedang
ihram (haji atau umrah).
HUKUM
MENGGABUNG AQIQOH DENGAN QURBAN
Berkata Abu
Abdillah Al Imam Ahmad bin Hanbal -Rahimahullah : “Aku berharap
qurban mencukupi dari aqiqoh -insya Allah, bagi siapa yang belum
aqiqoh ”
Berkata
Ibnul Qoyyim -Rahimahullah : “Jika seseorang berqurban dan berniat
sebagai aqiqoh dan qurban maka hal itu terjadi untuk keduanya sebagai
mana seorang yang shalat dua rakaat dengan niat tahiyatul masjid dan
sunnah maktubah (rawatib) ”
Anjuran
(Sunnah) Dalam Berqurban atau Menyembelih
Hendaklah
menajamkan pisau dan menyembunyikannya dari pandangan binatang serta
memperlakukannya dengan sebaik-baiknya. Rasulullah –Shallallaahu
‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah
mewajibkan berbuat baik pada segala sesuatu, maka jika kalian
membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik, jika kalian menyembelih
sembelihlah dengan cara yang baik, haruslah seseorang mengasah mata
pisaunya dan membuat nyaman hewan sembelihannya.” (HR Al-Jamaah
kecuali Bukhari). Semoga Bermanfaat.
Maraji’:
- “Fadhl ‘Asyr Dzil Hijjah Wa Ahkam ‘Iedil Adha Wa Ahkamil Udhhiyyah”. Abdul Malik Al-Qasim. Penerbit Darul Qasim.
- “Min Akhtho’ina Fil ‘Asyr”. Muhammad bin Rasyid Al-Ghufaili. Cetakan Pertama 1417 H. Penerbit Darul Masir, Riyadh.
- “Fadhlu Ayyam ‘Asyr Dzil Hijjah”. Muraja’ah Syaikh Abdullah bin Jibrin. Cetakan Pertama, Syawal 1413 H. Penerbit Maktabah Al-Ummah, Unaizah.
- “Talkhish Kitab Ahkamil Udhhiyyah Wa Adzdzakah”. Syaikhuna Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin –Rahimahullah. Cetakan Pertama 1413 H. Penerbit Darul Muslim.
- Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud karya Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, tahqiq takhrij dan ta’liq Basyir Muhammad Uyun, penerbit Maktabah Al Muayyad Riyadh KSA cetakan keempat, tahun 1414 H / 1994 M
- Syarah Muslim Li An-Nawawi. Dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar