Bagaikan fatamorgana, seperti itulah dunia. Ia adalah
kehidupan yang tidak abadi, kebahagiaan yang menipu, dan kesenangan yang semu.
Namun, sangat disayangkan masih saja banyak yang tertipu. Apakah mereka ini
tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu akan hakikat dunia yang sebenarnya?
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan
salam semoga tercurahkan kepada Rasul junjungan; Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam.
Inilah dunia, maka berhati-hatilah.
“Bagaikan fatamorgana,” seperti itulah dunia. Ia adalah
kehidupan yang tidak abadi, kebahagiaan yang menipu, dan kesenangan yang semu.
Namun, sangat disayangkan masih saja banyak yang tertipu. Apakah mereka ini
tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu akan hakikat dunia yang sebenarnya? Dunia
ini fana, dan kenikmatan di dalamnya juga sementara. Dunia ini hina, tidak
sebanding dengan nilai seekor nyamuk yang lemah tanpa daya. Bahkan dunia ini
pun terlaknat, beserta apa yang ada di dalamnya, kecuali kebaktian, kebajikan,
dan amal saleh.
اعْلَمُوا
أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ
وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ
نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ
مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا
وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ
مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada
azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia
ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (QS. al-Hadîd [57]: 20).
Inilah dunia yang banyak membuat orang teperdaya. Ia tak
lain sekadar permainan yang hasilnya hanya kecapekan dan kelalaian belaka.
Dunia menyibukkan orang dari hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat.
Dunia tak lebih dari sebuah tanaman yang tumbuh subur di musim hujan, yang
tidak seberapa lama kemudian layu dan mengering di musim kemarau. Dan akhirnya
bak anai-anai yang beterbangan ditiup angin. Sungguh, betapa cepatnya tanaman
itu binasa.
Ketahuilah, kebahagiaan di dunia ini tak akan tercapai
kecuali dengan menjadikannya jalan menuju akhirat. Di sanalah kenikmatan yang
abadi berada. Sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah
terdengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas di hati manusia.
Beginilah hakikat dunia, wahai saudaraku! Jangan sampai ia
menipumu. Bukankah kita datang ke dunia ini atas kehendak dari sang Pencipta? Kita
pun kelak akan berpulang atas kehendak-Nya juga. Dan jika Ia telah menghendaki,
kita tidak akan pernah mampu menolaknya. Berapa banyak orang yang sudah
berpulang mendahului kita? Dan berapa banyak orang yang akan datang
menggantikan kita? Perumpamaannya seperti sebuah ombak di lautan yang datang
silih berganti. Satu ombak hilang ditelan pantai, datang berikutnya
susul-menyusul. Begitu pula dunia ini, hilang satu tumbuh seribu. Jika saatnya
nanti tiba, semua akan binasa.
Dunia ini, Saudaraku! Tak ubahnya seperti sebuah ruang
ujian. Di mana engkau tidak lebih dari seorang peserta ujian yang hanya diberi
waktu terbatas untuk mengerjakan soal-soal ujian itu. Begitu pula manusia di
dunia ini, ia selalu menghadapi ujian, semenjak baligh sampai meninggal dunia.
Peserta ujian akan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya, terlebih jika masa
ujian sudah dekat. Sedangkan manusia masih saja berleha-leha dan lalai, padahal
ia tidak tahu kapan waktu ajalnya tiba. Bisa lusa, besok, ataupun nanti.
Para peserta ujian masih punya kesempatan untuk mengulangi
ujiannya jika gagal di ujian pertama itu. Sedangkan ujian hidup ini cuma
sekali, tidak ada kesempatan kedua. Jika manusia gagal di ujian yang hanya
sekali itu, berarti ia gagal untuk selama-lamanya. Oleh karena itu, gunakanlah
waktu dengan sebaik-baiknya, karena penyesalan di hari esok tiada guna. Peserta
ujian bisa beralasan kenapa gagal ujian. Sedangkan engkau, apa yang akan engkau
ajukan? Al-Qur`an sudah diturunkan, Rasul sudah diutuskan, halal dan haram
sudah dijelaskan, dan jalan yang menuju ke surga maupun ke neraka juga sudah
ditunjukkan. Bahkan engkau sendiri pun sudah dibekali dengan akal pikiran;
bukankah itu untuk membedakan antara kebenaran dan kebatilan? Bacalah firman
Allah ‘Azza wa Jalla berikut.
إِنَّا
هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا
كَفُورًا
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada
yang bersyukur dan ada pula yang kafir” (Q.s. al-Insân [76]: 3).
وَهَدَيْنَاهُ
النَّجْدَيْنِ
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (jalan
kebajikan dan jalan kejahatan)” (QS Al-Balad: 10).
Maka, hujjah dan alasan apa lagi yang akan engkau berikan?
Dan sekali-kali Allah ‘Azza wa Jalla tidak akan menzhalimi hambanya, seorang
pun.
Saudaraku! Berusahalah agar hasil dari ujianmu di dunia ini
baik dan memuaskan. Bergembiralah, meskipun engkau hidup seakan-akan dalam
penjara, namun pastinya kelak engkau menjadi orang yang beruntung. Jadikanlah
iman kepada Allah dan amal saleh sebagai bekalmu selalu. Hiduplah di dunia ini
seolah-olah engkau dalam perjalanan yang jauh dan jadikanlah ia sebagai ladang
untuk akhiratmu.
Sobatku! Dunia ini hanya akan tampak menakjubkan di mata
orang yang tidak mengetahuinya, layaknya orang memimpikan sesuatu yang
menyenangkan. Apa yang ia lihat hanyalah khayalan, bukan kenyataan. Oleh
karenanya, jangan sampai tertipu. Bukankah dunia sering merusak impian para
pengejarnya?
Pernahkah engkau mendengar kisah seorang yang celaka karena
dunia? Yakni kisah yang terjadi pada zaman nabi Isa ‘Alaihissalam.? Begini
ceritanya, seperti yang dikisahkan Ibnu Abi Dunya dalam Dzam ad-Dunyanya, suatu
hari, seorang laki-laki meminta izin kepada nabi Isa agar diperbolehkan
menemani beliau dalam suatu perjalanan. Tanpa banyak berpikir, nabi Isa pun
mengizinkannya. Lalu berjalanlah mereka berdua hingga sampai di sebuah sungai,
seketika itulah mereka berdua istirahat sejenak untuk makan siang. Saat itu,
perbekalan yang mereka punyai hanyalah tiga potong roti; dua dimakan, dan
satunya disisakan.
Selesai makan, nabi Isa beranjak ke arah sungai untuk minum,
dan sedetik kemudian kembali ke tempatnya semula. Namun, ia tidak mendapati
sisa roti yang satu itu. Spontan beliau pun bertanya kepada laki-laki yang
menemaninya, “Siapa yang memakan sisa satu roti tadi?” Ia menjawab, “Aku tidak
tahu.” Lalu mereka berdua pun melanjutkan sisa perjalanannya. Tiba-tiba
tampaklah seekor rusa bersama dua anaknya. Tanpa pikir panjang lagi, keduanya
langsung menyembelih seekor anak rusa itu, lantas memakannya hingga kenyang.
Kemudian nabi Isa berkata kepada bangkai rusa yang telah disembelih tersebut,
“Dengan izin Allah, hiduplah kembali wahai rusa.” Sejurus kemudian rusa itu pun
kembali hidup, lalu pergi meninggalkan keduanya.
Lantas Nabi Isa bertanya kepada laki-laki yang menemaninya,
“Demi Allah yang memperlihatkanmu keajaiban ini, siapa yang memakan roti itu?”
Ia pun tetap menjawab, “Aku tidak tahu”. Kemudian keduanya berjalan lagi hingga
tiba di sebuah lembah yang penuh air. Serta merta nabi Isa menggandeng tangan
laki-laki itu dan berjalan di atas air seraya menanyainya lagi, “Sekarang,
jawablah! Siapa yang mengambil roti itu.” Kali ini pun ia masih menjawab dengan
jawaban yang sama, “Aku tidak tahu.”
Lalu keduanya melanjutkan perjalanannya lagi hingga akhirnya
tiba di sebuah padang sahara yang tandus. Segera nabi Isa mengumpulkan tanah
atau pasir, lantas berkata, “Dengan izin Allah, jadilah emas!” Maka tanah atau
pasir itu pun berubah menjadi emas. Kemudian nabi Isa membagi emas itu menjadi
tiga, “Satu bagian untukku, satu bagian untukmu, dan satu bagian lagi untuk
yang memakan roti itu,” ujarnya. Tiba-tiba teman laki-lakinya itu mengaku,
“Akulah yang memakan roti itu.” Begitu mendengarnya nabi Isa pun menimpali,
“Kalau begitu, semua emas ini untukmu saja.” Lalu beliau pergi meninggalkan
temannya itu sendirian.
Tak berselang lama, teman laki-laki nabi Isa kedatangan dua
orang yang ingin merebut emas itu dari tangannya. Karena takut dibunuh,
laki-laki itu pun berkata, “Bagaimana kalau emas ini kita bagi bertiga saja?”
Tanpa basa-basi kedua orang itu menerimanya. Sejurus kemudian ketiganya
memutuskan untuk berteman. Tiba-tiba salah seorang dari mereka diminta untuk
membeli makanan ke desa terdekat. Di tengah perjalanan, laki-laki yang membeli
makanan itu berujar dalam hati, “Kenapa emas itu harus dibagi tiga? Biarlah aku
racuni makanan ini; agar kedua temanku itu mampus. Kalau sudah begitu kan emas
itu menjadi milikku seorang,” seraya menaruh racun pada makanan itu.
Sementara, salah seorang dari kedua temannya yang menunggu
juga berujar, “Kenapa sih teman kita yang satu ini meski mendapat bagian
sepertiga? Kenapa tidak kita bunuh saja dia sekembalinya dari desa? Lalu kita
bagi emas ini berdua saja,” ujarnya kepada teman satunya. Begitu ia kembali,
keduanya langsung membunuhnya, lalu memakan apa yang telah dibelinya. Tak
berselang lama, keduanya pun ikut menyusul menemui ajal karena keracunan.
Ketiga-tiganya akhirnya meninggal dunia sebagai korban dari emas itu. Pada
akhirnya emas itu pun tak bertuan. Beberapa saat kemudian, nabi Isa melewati
tempat tersebut, seraya mendapati apa yang telah terjadi. Serta merta beliau
pun berkata, “Inilah dunia, berhati-hatilah.” []
—
Penulis: Abu Hasan Abdillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar